Banyak Pejabat Tidak Negarawan
Kegagalan partai politik mengemban fungsi sebagai penyalur aspirasi publik terjadi akibat partai politik dikuasai oleh kekuatan saudagar, jawara (militer dan preman), serta aristokrat.
”Lemahnya kaderisasi pemimpin dan besarnya kebutuhan dana untuk menggerakkan mesin partai membuat partai merekrut mereka sebagai pengurus meskipun tidak memiliki kemampuan politik,” kata Direktur Eksekutif Soegeng Sarjadi Syndicate Sukardi Rinakit, Selasa (29/4).
Sukardi menjadi salah satu pembicara dalam seminar ”10 Tahun Reformasi dalam Bingkai Seabad Kebangkitan Nasional Menuju Indonesia Damai” yang diselenggarakan Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Nahdlatul Ulama.
Menurut dia, perekrutan kader yang serampangan membuat partai hanya menjadi kendaraan politik untuk memenuhi hak-hak istimewa elite maupun kelompoknya.
”Partai belum mampu menjadi pembaru dan pendorong peradaban publik yang lebih baik,” ujarnya.
Orientasi pragmatis kelompok pengusaha, kebiasaan mencari jalan pendek kelompok militer, dan keangkuhan kelompok darah biru menjadi kekuatan yang selalu memecah dan memicu konflik internal partai.
Sikap para elite partai tersebut sulit disatukan. Membentuk partai baru merupakan solusi paling gampang untuk terus memperjuangkan kepentingan tiap-tiap pihak.
”Karakter politik yang tidak dewasa itu membuat partai cenderung kalkulatif dan oportunis,” kata Sukardi.
Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies J Kristiadi mengatakan, hal yang paling sulit ditaklukkan selama 10 tahun reformasi adalah menundukkan kekuasaan.
”Kekuasaan belum mampu dijalankan secara beradab untuk mewujudkan cita-cita bangsa menyejahterakan rakyat,” ujarnya.
Pesona kekuasaan membuat para pemburu kekuasaan menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya. Sikap ini merusak tatanan kehidupan yang ada. ”Bahkan, mereka yang selalu mengobarkan kebenaran sanggup berbuat yang merusak demi merebut atau melestarikan kekuasaannya,” kata Kristiadi.
Sementara itu, budayawan Garin Nugroho mengatakan, saat ini banyak pejabat negara yang tidak memiliki sikap kenegarawanan. Mereka tidak mampu berkomunikasi dan memahami perasaan rakyat. Mereka justru asyik dengan ide dan kepentingan mereka sendiri.
”Mereka umumnya menjadi pejabat negara secara mendadak. Mereka tidak pernah dididik untuk menjadi orang yang betul-betul memperjuangkan nasib rakyat,” katanya. (MZW)
Sumber : Kompas Cetak-Hukum dan Politik